Minggu, 16 Oktober 2022

Fungsi Mashdar

 


Fungsi Mashdar (إِعْماَلُ اْلمَصْدَرِ)


  Pembahasan mashdar berdasarkan jenis sudah kita bahas pada materi mashdar dan cara pembentukanya. Di sini kita akan fokus membahas fungsi mashdar dalam hal menashabkan ma’mulnya sebagaimana fi’il menashabkan maf’ul bih.


Contoh mashdar yang akan kita pergunakan adalah lafadz ضَرْبٌ


ضَرَبَ – يَضْرِبُ – ضَرْبًا

Perhatikan contoh berikut!


عَجَبْتُ مِنْ ضَرْبِكَ خَالدًا

Aku kagum ( عَجَبْتُ ). 

Dengan/dari pukulanmu ( مِنْ ضَرْبِكَ). Terhadap Kholid ( خَالدًا )


Siapa yang dipukul ? adalah Kholid. Siapa pelakunya ? adalah kamu. Apakah kata memukul termasuk kata kerja ? Ya betul kata kerja. Bukankah kata kerja harus berupa fi’il madhi atau fi’il mudhari‘, lalu mana mereka ? Ya, pada umumnya kata kerja yang dipergunakan berbentuk fi’il madhi atau mudhari. Namun, pada contoh di atas, posisi yang seharusnya mereka berdua tempati, diganti dengan fungsi mashdar yang sama beramal seperti kedua fi’il tersebut.


1. Definisi Mashdar (تعريف المصدر)

  Untuk definisi mashdar dan cara pembentkanya, bisa dilihat pada materi Mashdar dan Cara Pembentukanya.


2. Fungsi Mashdar (إعمال المصدر)

Syarat agar mashdar bisa berfungsi seperti fi’il dalam menashabkan ma’mulnya sebagai berikut:


Pertama: Mashdar harus menempati posisi fi’il

أن يكون نائباً مناب الفعل

Contoh:


ضَرْبًا خَالدًا

Lafadz ضَرْبًا adalah mashdar yang menempati posisi fi’il ‘amr dan berfungsi menashabkan lafadz خَالدًا sebagai objeknya. Apabila dikembalikan ke bentuk fi’il ‘amrnya seperti ini:


(اضْرِبْ خَالدًا (ضَرْبًا خَالدًا

Pukulah Kholid


ضَرْبًا : مصدر ينوبُ عن فعله

خَالدًا : مفعول به

Ini adalah contoh mashdar ketika menjadi amil yang berfungsi menashabkan maf’ul bih. Dia sedang berperan atau di’irab sebagai pengganti posisi fi’il ‘amr.


Apakah ada kemungkinan lain untuk ‘Irab mashdar ضَرْبًا pada contoh di atas ?


Apabila lafadz ضَرْبًا tidak dianggap sebagai pengganti posisi fi’il ‘amr, maka kemungkinan kedua yaitu di’Irab sebagai maf’ul mutlaq dengan memperkirakan fi’il yang dibuang dengan perkiraan seperti berikut:


اضْرِبْ خَالدًا ضَرْبًا

Pukulah kholid dengan pukulan sebenarnya.


kedua: Posisi Mashdar Harus memungkinkan ditempati Ann atau Ma mashdariyyah + Fi’ilnya

أن يصح حلول (أن) مع فعل ، أو (ما) مع فعل محله

قال ابن مالك : إِنْ كَانَ فِعْلٌ مَعَ أَنْ أَوْ مَا يَحُلّ # مَحَلَّهُ وَلاسْمِ مَصْدَرٍ عَمَلْ

Syarat kedua agar mashdar bisa berfungsi seperti fi’il yaitu harus memungkinkan posisinya ditempati oleh ma atau an mashdariyyah + fi’ilnya yang biasa disebut dengan mashdar muawwal. Contoh:


أعجبني ضَرْبُكَ خَالدًا

Pukulanmu terhadap Kholid membuatku kagum


أعجبني : فعل فاعل

ضَرْبُ : مصدر ينوبُ عن فعله، مرفوع ، علامة رفعه الضمة الظاهرة وهو مضاف

الكاف : ضمير متصل مبني على الفتح في محل جر مضاف إليه من إضافة المصدر إلى فاعله

خالدًا : مفعولاً به للمصدر (ضَرْبُ) وعلامة نصبه الفتحه الظاهره على آخره

Perhatikan Lafadz ضَرْب, dia adalah mashdar yang berperan sebagai fa’il dan berfungsi menashabkan lafadz خَالدًا. Sekarang kita coba ganti posisi mashdar tersebut dengan أن dan ما mashdariyyah (mashdar muawwal)


أَعْجَبَنِي أَنْ ضَرَبْتَ خَالدًا

أَعْجَبَنِي أَنْ تَضْرِبَ خَالدًا

أَعْجَبَنِي ما تَضْرِبُ خَالدًا

أن/ما المصدرية و فعلها (مصدر مؤول) في محل الرفع فاعل

Ketiga: Mashdar tidak boleh ditashghir

أن لا يكون مصغرًا

Syarat ketiga agar mashdar bisa berfungsi seperti fi’il yaitu bentuknya tidak boleh ditashghir (diperkecil) “Pendapat Mayoritas Ulama kecuali yang terjadi dalam syair. Contoh:


أَعْجَبَنِي ضُرَيْبُكَ خَالدًا ❌

Pukulan kecilmu terhadap Kholid telah membuatku kagum


Keempat: Tidak boleh terbatas

أن لا يكون محدودا

Maksud tidak boleh terbatas yaitu tidak dibatasi dengan hitungan tertentu. Misalkan dengan menggunakan bentuk mashdar marrah yang hanya menunjukan 1 x atau beberapa x.


أَعْجَبَتْنِي ضَرْبَتُكَ خَالدًا ❌

Satu kali pukulanmu terhadap kholid telah membuatku kagum


أَعْجَبَتْنِي ضَرْبَاتُكَ خَالدًا ❌

Beberapa pukulanmu terhadap kholid telah membuatku kagum


Kelima: Tidak boleh disifati

أن لا يكون المصدر موصوفا

Syarat kelima agar mashdar bisa berfungsi seperti fi’il yaitu tidak boleh disifati.Contoh:


أَعْجَبَنِي ضَرْبُكَ الشَدِيْدُ خَالدًا ❌

Pada contoh ini, mashdar ضَرْبُ tidak sah berfungsi menashabkan خالدًا karena dia sudah disifat dengan kata الشديد, adapun apabila sifatnya terletak setelah ma’mul (isim yang dinashabkan), maka fungsinya kembali normal dan dibenarkan.


أَعْجَبَنِي ضَرْبُكَ خَالدًا الشَدِيْدُ ✔️


Keenam: Harus nampak

أن لا يكون المصدر محذوفا

Syarat keenam agar mashdar bisa berfungsi seperti fi’il yaitu mashdar tidak boleh dibuang lalu keberadaanya diperkirakan. Contoh:


أَعْجَبَنِي….زيدًا ❌


ketujuh: Tidak terpisah dengan ma’mulnya

ولا مفصولا من معموله بأجنبي

Syarat ketujuh agar mashdar bisa berfungsi seperti fi’il yaitu mashdar dan ma’mul (isim yang dinashabkan) dalam hal ini maf’ul bih, tidak boleh terpisah dengan sesuatu yang lain. Misalkan terpisan dengan sifat (na’at) seperti pada syarat kelima di atas atau terpisah dengan khabar inna seperti pada contoh berikut:


قوله تعالى : إِنَّهُ عَلَى رَجْعِهِ لَقَادِرٌ (٨) يَوْمَ تُبْلَى السَّرَائِرُ. سورة الطارق ٨-٩

Sesungguhnya Allah benar-benar kuasa untuk mengembalikannya (hidup sesudah mati). Pada hari dinampakkan segala rahasia


Lafadz رَجْع adalah mashdar yang berada di tempat majrur dengan huruf jar. Dia tidak berfungsi menashabkan lafadz يَوْمَ sebab terpisah oleh khabar inna lafadz لَقَادِرٌ. Artinya, nashabnya lafadz يَوْمَ bukan sebab dinashabkan oleh mashdar melainkan dia adalah nashab sebagai dzharaf (dzharfiyyah)


kedelapan: Tidak boleh diakhirkan

أن لا يكون المصدر مؤخرا عن معموله

Syarat kedepalan agar mashdar bisa berfungsi seperti fi’il yaitu posisi mashdar tidak boleh diakhirkan dari ma’mulnya (maf’ul bih).


أَعْجَبَنِي خَالدًا ضَرْبُكَ ❌


Mashdar antara Nakirah dan Makrifat


قال ابن مالك : بِفِعْلِهِ الْمَصْدَرَ أَلْحِقْ فى الْعَمَلْ #  مُضَافاً أَوْ مُجَرَّداً أَوْ مَعَ أَلْ

Masdar berfungsi seperti fi’ilnya dalam menashabkan ma’mul (maf’ul bih), baik dia berupa isim nakirah, sedang idhafat (menjadi mudhaf), atau dimasuki alif lam ta’rif.


a). Mashdar Nakirah Bertanwin

أن يكون المصدر المنون أو مجرّد عن الإضافة و ال تعريف

Dalam penggunaan mashdar nakirah bertanwin dan tidak sedang menjadi mudhaf ataupun dimasuki alif lam ta’rif ia lebih diutamakan dari pada beralif lam. Contoh:


قوله تعالى : أَوْ إِطْعَامٌ فِي يَوْمٍ ذِي مَسْغَبَةٍ (14) يَتِيماً ذَا مَقْرَبَةٍ (15) سورة البلد

“Atau memberi makan pada suatu hari ketika terjadi kelaparan. kepada anak yatim yang ada hubungan kerabat.”. tafsirweb


إِطْعَامٌ : مصدر نوعه مجرّد (نكرة) ينوبُ عن فعله ، مرفوع و علامة رفعه الضمة الظاهرة و فاعله مخدوف

يَتِيماً : مفعول به لمصدر إطعام

تقدير : أو إطعامه / أن يطعم في يوم ذي مسغبة يتيما

Lafadz إِطْعَامٌ adalah Mashdar Nakirah Bertanwin sebagai pengganti Fi’il dalam menashabkan Lafadz يَتِيماً sebagai Maf’ul Bih.


b). Mashdar Makrifat dengan alif lam

أن يكون معرٌفا ب ال التعريف

Dalam penggunaanya, mashdar ketika dimasuki alif lam ta’rif menurut mayoritas ulama” hukumnya lemah atau syad “. Contoh:


أَعْجَبَنِي الضَرْبُ خَالدًا

الضَرْبُ : مصدر نوعه معرّف ب (ال) ينوبُ عن فعله ، مرفوع و علامة رفعه الضمة الظاهرة و فاعله مخدوف

خالدًا : مفعول به لمصدر الضَرْب

تقدير : أَعْجَبَنِي ضَرْبُكَ خالدًا

_______

عَجَبْتُ مِنَ الضَرْبِ خَالدًا

الضَرْبِ : مصدر نوعه معرّف ب (ال) ينوبُ عن فعله وهو مجرور بمن، و فاعله مخدوف

خالدًا : مفعول به لمصدر الضَرْب

تقدير : عَجَبْتُ مِنْ ضَرْبِكَ خالدًا

Lafadz الضَرْبُ adalah mashdar isim makrifat dengan alif lam ta’rif sebagai pengganti fi’il dalam menashabkan Lafadz خالدًا (lemah)


Perbedaan Ulama terkait Mashdar Makrifat dengan Alif Lam Ta’rif

□Pendapat سيبويه “Hukumnya boleh digunakan dan berfungsi seperti fi’ilnya”.

□Pendapat الكوفي ” Hukumnya tidak boleh digunakan dan tidak berfungsi seperti fi’ilnya”.

□Pendapat الفارسي ” Hukumnya boleh digunakan namun kurang tepat.

□Pendapat ابن طلحة ” Hukumnya boleh apabila dalam ma’mulnya (maf’ul bih) terdapat dhamir.

Contoh:


عَجَبْتُ مِنَ الضَرْبِ عَدُوكَ / أَعْجَبَنِي الضَرْبُ عَدُوَكَ

تقدير : عَجَبْتُ مِنَ ضَرْبِكَ عَدُوكَ / أَعْجَبَنِي ضَرْبُكَ عَدُوكَ


c). Mashdar Makrifat dengan Idhafat

أن يكون مضافاً

Dalam penggunaanya, mashdar yang idhafat kepada isim lainya paling banyak digunakan baik dalam Al-Qur’an, Hadist dan Syair.


Berikut keadaan ketika mashdar idhafat (sedang menjadi mudhaf) dan hukum i’rab isim yang menjadi mudhaf Ilaihnya.


قال ابن مالك : وَجُرَّ مَا يَتْبَعُ مَا جُرَّ وَمَنْ #  رَاعَى فى الاتْبَاعِ الْمَحَلَّ فَحَسَنْ

Lafadz yang menjadi Mudhaf Ilaih dari pada mudhaf mashdar, boleh dua ‘Irab yaitu majrur atau manshub ditempat Majrur.


Mashdar berada di posisi mudhaf dan fa’il di posisi mudhaf Ilaih, lalu setelahnya terdapat maf’ul bih. (Susunan seperti ini banyak digunakan)

Contoh:


وَلَوْلَا دَفْعُ اللَّهِ النَّاسَ بَعْضَهُم بِبَعْضٍ لَّفَسَدَتِ الْأَرْضُ. سورة البقرة ٢٥١

دَفْعُ : مصدر ينوب عن فعله ، وهو مبتدأ مرفوع خبره محذوف تقديره موجود ، وهو مضاف

اللهِ : لفظ الجلالة مضاف إليه مجرور لفظًا علامة جره الكسرة الظاهرة و مرفوع محلًا (أو في المعنى) على أنه فاعل لمصدر “دَفْعُ”

النَّاسَ : مفعول به منصوب للمصدر دفع

والتقدير : ولولا أن يدفع الله الناس

Lafadz دَفْعُ adalah mashdar yang menjadi wakil dari pada fi’il (berfungsi seperti fi’il). Dia sedang berperan sebagai mubtada sekaligus mudhaf.


Lafadz اللهِ sebagai mudhaf Ilaih secara lafadz atau mahal yang sekaligus sebagai fa’il secara makna dari mashdar دَفْعُ


Lafadz النَّاسَ sebagai maf’ul bih yang dinashabkan oleh mashdar دَفْعُ


Mashdar berada di posisi mudhaf lalu maf’ul bih berada di posisi mudhaf Ilaih, kemudian setelahnya terdapat fa’il (Susunan seperti ini sedikit digunakan)

Contoh:


قوله -صلى الله عليه وسلم: “وحِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا.” أخرجه البخاري في المسند


حِجُّ : مصدر ينوب عن فعله , و هو مبتدأ مرفوع ، وعلامة رفعه الضمة وهو مضاف

البيت : مضاف إليه مجرور لفظًا علامة جره الكسرة الظاهرة و منصوب محلًا (أو في المعنى) على أنه مفعول به لمصدر “حِجُّ”

مَنِ : اسم موصول مبنيّ في محلّ جرّ لفظا وهو فاعل في المعنى لمصدر حِجُّ

والتقدير : وَ أَنْ يَحِجَّ البَيْتَ المُسْتَطِيْعُ إِلَيْهِ سَبِيلًا

Lafadz حِجُّ adalah mashdar yang menjadi wakil dari pada fi’il (berfungsi seperti fi’il). Ia sedang berperan sebagai mubtada sekaligus mudhaf.


Lafadz البيت sebagai mudhaf Ilaih majrur secara lafadz dan manshub secara mahal yang sekaligus sebagai maf’ul bih dari mashdar حِجُّ


Lafadz مَنْ isim maushul berada di tempat majrur secara lafadz, dan sekaligus menjadi fa’il secara makna dari mashdar حِجُّ


Jadi terjemahnya seperti ini: Menunaikan Ibadah Haji adalah kewajiban orang (Manusia) yang mampu mengadakan perjalanan ke Baitullah.


Mashdar berada di posisi mudhaf dan fa’il berada di posisi mudhaf Ilah, lalu setelahnya maf’ul bih yang tidak nampak (dibuang)

Contoh:


وَما كانَ اسْتِغْفارُ إِبْراهِيمَ لِأَبِيهِ إِلاَّ عَنْ مَوْعِدَةٍ وَعَدَها إِيَّاهُ. سورة التوبة 

١١٤

اسْتِغْفارُ : مصدر ينوب عن فعله , وهو اسم كان

إِبْراهِيمَ : مضاف إليه مجرور بالفتحة لأنه ممنوع من الصرف, و مرفوع محلًا (أو في المعنى) على أنه فاعل لمصدر “اسْتِغْفارُ”

مفعول به : مخدوف

تقدير : وَما كانَ أن يستغفر إِبْراهِيمَ ربَّهُ

Lafadz اسْتِغْفارُ adalah mashdar yang menjadi wakil dari pada fi’il, dia sebagai isim kana sekaligus mudhaf.


Lafadz إِبْراهِيمَ sebagai mudhaf Ilaih manshub secara lafadz dan marfu’ secara mahal dan sekaligus sebagai fa’il dari mashdar اسْتِغْفارُ


Lafadz ربَّهُ adalah maf’ul bih yang dibuang dari mashdar اسْتِغْفارُ


Terjemahnya: Dan tidaklah permohonan ampunan Ibrahim (kepada Allah) untuk bapaknya melainkan hanyalah karena suatu janji yang telah diikrarkannya kepada bapaknya itu.


Demikian pembahasan fungsi mashdar, semoga bermanfaat. Wallahu’alam


Sumber: TMBA

Refrensi :

المراجع


انظر : شرح تصريح على التوضيح، ج٢, باب إعمال المصدر

انظر : شرح قطر الندى ص ٢٦٦

انظر : التسهيل ص ١٤٢

انظر : شرح الناظم ص ٢٩٧

انظر :الارتشاف، ج٣ ،ص ١٧٧

انظر : همع الهوامع ،ج٢/ ٩٣



Tidak ada komentar:

Posting Komentar