Kamis, 10 Juli 2025

Perbedaan أَيْنَ vs أَنَّى dalam BHS arab

 🌟 Perbedaan أَيْنَ vs أَنَّى dalam Bahasa Arab 🌟


(Sama-sama untuk menanyakan tempat atau keadaan, tapi beda arah dan fungsi!)

---


✅ 1️⃣ أَيْنَ (Ayna)


🔹 Jenis: Isim Istifhām (kata tanya tempat)

🔹 Makna utama: Di mana...?

🔹 Fungsi:


Menanyakan tempat keberadaan (lokasi)


Bisa digunakan secara nyata atau majazi


🔹 Struktur:


> أَيْنَ + fi’il / jumlah ismiyyah


🔹 Contoh:


> أَيْنَ كِتَابُكَ؟

Di mana bukumu?




> أَيْنَ تَسْكُنُ؟

Di mana kamu tinggal?




🔹 Dalam Al-Qur’an:


> أَيْنَمَا تَكُونُوا يُدْرِكْكُّمُ الْمَوْتُ

Di mana pun kamu berada, maut akan menjumpaimu (QS. An-Nisā’: 78)





---


✅ 2️⃣ أَنَّى (Annā)


🔹 Jenis: Isim Istifhām multifungsi

🔹 Makna utama:


Dari mana...?


Bagaimana bisa...?


Kadang juga: ke mana arah...?



🔹 Fungsi:


Menanyakan asal kejadian / proses / jalan datangnya sesuatu


Lebih banyak digunakan untuk istifhām ta‘ajjubi (heran/retoris)


Bisa bermakna waktu atau arah tergantung konteks



🔹 Contoh:


> أَنَّى لَكَ هَذَا؟

Dari mana kamu dapatkan ini?

(→ bertanya tentang asal atau sumber)




> أَنَّى يُحْيِي هَذِهِ اللَّهُ؟

Bagaimana Allah menghidupkan yang telah mati ini?




🔹 Dalam Al-Qur’an:


> قَالَتْ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلَامٌ

Dia berkata: “Bagaimana bisa aku punya anak laki-laki?”

(QS. Āli ‘Imrān: 47)


Selasa, 08 Juli 2025

مَنْ شَرْطِيَّة vs مَنْ مَوْصُوْلَةPerbedaan

 🌟 Perbedaan مَنْ شَرْطِيَّة vs مَنْ مَوْصُوْلَة 🌟


(Sama-sama ditulis “مَنْ”, tapi beda fungsi dan struktur dalam kalimat)



---


✅ 1️⃣ مَنْ شَرْطِيَّة (Huruf Syarat)


🔹 Makna: Siapa yang...

🔹 Fungsi: Untuk membuat syarat atau kondisi dalam kalimat

🔹 Diikuti: 2 fi’il (jumlah syarthiyyah & jawab syarth)

🔹 Fi’il-nya: Biasanya mudhāri’ majzūm

🔹 Contoh:


> مَنْ يَجْتَهِدْ يَنْجَحْ

➤ Siapa yang bersungguh-sungguh, dia akan sukses




🔹 Struktur kalimatnya:


مَنْ + fi’il syarat (mudhāri’ majzūm) + fi’il jawab (mudhāri’ majzūm)



---


✅ 2️⃣ مَنْ مَوْصُوْلَة (Isim Maushul)


🔹 Makna: Orang yang...

🔹 Fungsi: Menghubungkan antara dua bagian kalimat

🔹 Diikuti: Jumlah fi’liyyah atau jumlah ismiyyah (bukan jawab syarat)

🔹 Fi’il-nya: Tidak harus majzūm

🔹 Contoh:


> أُحِبُّ مَنْ يَصْدُقُ

➤ Aku mencintai orang yang jujur




🔹 Struktur kalimatnya:


[Fi’il utama] + مَنْ + jumlah penjelas (fi’il atau mubtada-khabar)



---


💡 Tips Membedakan Cepat:


✅ Kalau setelah مَنْ ada 2 fi’il dan terkesan seperti “jika..., maka...”

→ Itu مَنْ شَرْطِيَّة


✅ Kalau setelah مَنْ hanya 1 fi’il dan menyambung ke kata sebelumnya

→ Itu مَنْ مَوْصُوْلَة

Senin, 07 Juli 2025

Perbedaan isim dipasang Al dan tanwin

 🌟 Perbedaan "ال" (Al-Ta’rīf) dan Tanwin 🌟

(Penjelasan singkat, jelas, dan mudah dipahami

---


1️⃣ ال التعريف (al-ma’rifah)

🔹 Definisi: Huruf “al-” yang menjadikan isim bersifat ma’rifat (tertentu)

🔹 Fungsi: Menunjukkan sesuatu yang sudah diketahui atau dikenali

🔹 Terjemah: “yang…” atau “itu”

📌 Contoh:

الْكِتَابُ عَلَى الطَّاوِلَةِ = Buku itu ada di atas meja

---


2️⃣ Tanwin (nakirah)

🔹 Definisi: Dua harakat (ً ٍ ٌ) yang menunjukkan isim bersifat nakirah (tidak tertentu)

🔹 Fungsi: Menunjukkan sesuatu yang masih umum atau belum dikenal

🔹 Terjemah: “sebuah…” atau “seorang…”

📌 Contoh:

كِتَابٌ جَدِيدٌ = Sebuah buku baru



---


📌 Perbandingan Singkat:


Aspek ال التعريف (Ma’rifah) Tanwin (Nakirah)


Arti Yang tertentu Yang tidak tertentu

Tanda Ada “ال” di depan isim Harakat tanwin (ً ٍ ٌ)

Fungsi Menyebut benda yang sudah dikenal Menyebut benda secara umum

Contoh الْمُعَلِّمُ = guru itu مُعَلِّمٌ = seorang guru

Perbedaan كُلُ vs جَمِيْع (Kullu vs jami')

 📚 Perbedaan كُلٌّ dan جَمِيعٌ dalam Bahasa Arab


🔵 1. كُلٌّ (kul)


Artinya: seluruh / setiap

🧠 Digunakan untuk menunjukkan bagian dari keseluruhan atau tiap-tiap bagian dari sesuatu.


Ciri-ciri:


Biasanya diikuti oleh isim mufrad (kata benda tunggal).


Bisa berposisi sebagai mubtada’ atau maf‘ul.



Contoh:


> كُلُّ طَالِبٍ مُجْتَهِدٌ

➜ Setiap murid itu rajin.





---


🔴 2. جَمِيعٌ (jamī‘)


Artinya: semua / keseluruhan

🧠 Digunakan untuk menunjukkan jumlah secara total dari sebuah kelompok.


Ciri-ciri:


Biasanya diikuti oleh isim jamak (kata benda jamak).


Lebih kuat nuansa “keseluruhannya”.


Contoh:

> جَمِيعُ الطُّلَّابِ فِي الفَصْلِ

➜ Semua murid ada di dalam kelas.


✅ Tips cepat:


> Kalau ingin menyebut satu-satu ➜ pakai كُلٌّ

Kalau ingin menyebut semua sekaligus ➜ pakai جَمِيعٌ

✅ Kaidahnya:


> كُلُّ dalam bahasa Arab kadang digunakan secara lafazh umum,

tapi maknanya tidak mutlak, tergantung konteks syariat dan dalil lain yang membatasi.





---


📌 Penjelasan para ulama:


1. Imam Nawawi (Syarh Shahih Muslim):




> "Lafadz 'kullu' itu umum, tetapi bisa dikhususkan oleh dalil."




2. Ibn Hajar Al-‘Asqalani:




> “Maksudnya adalah bid’ah dalam urusan agama yang menyimpang dari dalil. Adapun perkara baru yang sesuai syariat, itu tidak termasuk yang dimaksud dalam hadis.”



---

✍️ Penjelasan Sederhana 


> 🧠 Dalam Bahasa Arab, kata كُلُّ memang berarti setiap / seluruh,

tapi bukan berarti mutlak tanpa kecuali.

Karena dalam syariat, kadang lafadz umum dibatasi maknanya oleh dalil lain.


Seperti dalam hadis كُلُّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ, maksudnya adalah bid’ah dalam urusan agama yang menyimpang dari sunnah.

Adapun bid’ah hasanah (yang sesuai maqashid syariah) tidak termasuk dalam celaan tersebut.



Perbedaan إنْ vs إذا (in vs Idza)

 🌟 Perbedaan إِذَا vs إِنْ dalam Bahasa Arab 🌟

(Sama-sama artinya “jika / apabila”, tapi beda pemakaian dan makna!)

---


🔹 1️⃣ إِنْ (Huruf Syarat)


✅ Makna: Jika (kemungkinan saja, belum tentu terjadi)


✅ Fungsi: Untuk menunjukkan syarat yang belum pasti


✅ Pengaruh: Men-jazm fi’il setelahnya (fi’il mudhāri’ menjadi majzūm)


📌 Contoh:

إِنْ تَجْتَهِدْ تَنْجَحْ

→ Jika kamu bersungguh-sungguh, kamu akan berhasil

(Belum tentu, tergantung usahanya)




---


🔹 2️⃣ إِذَا (Zharf Zaman Syarṭiyyah)


✅ Makna: Apabila (kejadian yang pasti atau sering terjadi)


✅ Fungsi: Untuk menunjukkan syarat yang pasti terjadi / biasa terjadi


✅ Pengaruh: Tidak men-jazm fi’il. Bisa diikuti fi’il madhi atau mudhāri’


📌 Contoh:

إِذَا جَاءَ نَصْرُ اللَّهِ

→ Apabila datang pertolongan Allah

(Sesuatu yang pasti akan terjadi, menurut janji Allah)

Kamis, 17 April 2025

Mabni Fi'il Mudhori

 Keadaan Mabni Fi'il Mudhori dalam Nahwu (أحوال بناء المضارع)

  Jika kita lihat contoh kalimat di atas, pada contoh pertama dan kedua yaitu لَنَسْتَمِـعَـنَّ dan لَأَذْهَـبَـنَّ kita lihat keduanya terdapat nun taukid di akhir kata, yaitu nun bertasydid "ـنَّ", sedangkan harakat akhir fi'il mudhori keduanya adalah berharakat fathah "لَأَذْهَـبَـ & لَنَسْتَمِـعَـ " yaitu

Contoh :

(1) لَنَسْتَمِـعَـنَّ النَّصِيْحَةَ

Kami pasti mendengarkan nasihat

(2) لَأَذْهَـبَـنَّ مُبَكِّرًا

Saya pasti berangkat pagi-pagi

(3) النِّسَاءُ يَسْتَمِـعْـنَ النَّصِيْحَةَ

Para perempuan sedang mendengarkan nasehat

(4) الطَّالِبَاتُ يَذْهَبْنَ

Para siswi sedang berangkat

Pembahasan :

Jika kita lihat contoh kalimat di atas, pada contoh pertama dan kedua yaitu لَنَسْتَمِـعَـنَّ dan لَأَذْهَـبَـنَّ kita lihat keduanya terdapat nun taukid di akhir kata, yaitu nun bertasydid "ـنَّ", sedangkan harakat akhir fi'il mudhori keduanya adalah berharakat fathah "لَأَذْهَـبَـ & لَنَسْتَمِـعَـ " yaitu huruf ba dan ain yang berwarna biru, maka sudah bisa kita pastikan, kedua fi'il mudhori yang tersambung dengan nun taukid hukumnya adalah mabni, dan mabninya adalah mabni fathah. 


Sedangkan pada contoh kalimat ketiga dan keempat, yaitu "يَسْتَمِـعْـنَ dan يَذْهَبْنَ "kita lihat pada keduanya terdapat nun niswah di akhir kata, (nun niswah yaitu nun yang menunjukkan arti dhomir perempuan banyak dan ghoib atau mereka perempuan), ditunjukkan dengan nun pada akhirnya "ـنَ", sedangkan harakat akhir fi'il mudhori keduanya adalah berharakat sukun, yaitu "يَسْتَمِـعْـ dan يَذْهَبْـ" dapat kita lihat pada huruf ba dan ain yang berwarna biru, keduanya berharakat sukun, artinya fi'il mudhori yang tersambung dengan nun niswah, maka hukumnya adalah mabni, dan mabninya adalah mabni sukun.

Kaidah:

Fi'il mudhori akan menjadi mabni fathah jika digabungkan dengan nun taukid.

Sedangkan jika digabungkan dengan nun niswah, maka fi'il mudhori akan dihukumi mabni sukun.


Referensi :


Kitab Nahwu Wadhih, Jilid 2, Halaman 29 dan 30

Mabni Fiil Madli

 Keadaan Mabni Fi'il Madhi dalam Ilmu Nahwu (أحوال بناء الفعل الماضي)

 Macam-macam keadaan fi'il madhi dilihat dari mabninya :

Contoh Kalimat :

1. Pisang telah menguning 

إصْفَرَّ المَوْزُ 

2. Ahmad telah duduk

جَلَسَ اَحْمَدُ

3. Siswa-siswi telah duduk di lapangan.


الطُّلاَبُ جَلَسُوْا على المَيْدَان


4. Para siswi telah duduk di lapangan.


الطَالِبَاتُ جَلَسْنَ على الميدان


5. Aku telah memuliakan guruku.


أَكْرَمْتُ أُسْتَاذِى


Pembahasan :


  Jika kita melihat contoh kalimat di atas, semua fi'il di atas adalah fi'il madhi, dan jika kita ingat pada penjelasan sebelumnya bahwa semua fi'il madhi berupa kata mabni atau harakat akhirnya tetap (tidak berubah).


Macam-macam keadaan fi'il madhi dilihat dari mabninya :


1. Jika kita lihat pada contoh kalimat nomer 1-2 yaitu kata جَلَسَ٫ إصْفَرَّ

  Kalau kita perhatikan kedua fi'il itu tidak tersambung dengan huruf tambahan, dan kita lihat di akhir katanya berupa harakat fathah, maka dari itu pada keadaan ini kedua fi'il madhi tersebut mabninya mabni fathah.


2. |Jika kita lihat pada contoh kalimat nomer 3 


  Kalau kita perhatikan no 3 fi'il madhi di atas tersambung dengan huruf wawu dan pada huruf terakhir fi'il madhi adalah dengan harakat dhommah, maka dari sini kita tahu ketika fi'il madhi disambung dengan wawu jamak, maka fi'il madhi tersebut dihukumi *mabni dhommah.* 


3. Jika kita lihat pada contoh kalimat nomer 4-5 dihukumi dengan mabni sukun, berikut ini adalah penjelasannya :


جَلَسْ+نَ

Huruf sin (lam fiil mudlori' berupa sukun).

Nun (niaswah) untuk menunjukan jamak perempuan.

أكْرَمْ+تُ

Huruf mim dibaca sukun.

Kaidah :


   Pada dasarnya Fi'il madhi dihukumi mabni fathah, kecuali jika disambung dengan wawu jamak maka dihukumi dhommah, atau juga jika disambung dengan ta yang berharakat, nun niswah, atau nun jamak "ـنَا" yang menunjukkan arti fa'il, maka dihukumi mabni sukun.

Referensi :


Kitab Nahwu Wadhih Jilid 2 Halaman 19 - 21